Thursday 22 December 2016

Kerajaan islam di Kalimantan

Kerajaan islam di Kalimantan

1.      Kesultanan Pasir (1516)
2.      Kesultanan Banjar (1526-1905)
3.      Kesultanan Kotawaringin
4.      Kerajaan Pagatan (1750)
5.      Kesultanan Sambas (1675)
6.      Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
7.      Kesultanan Berau (1400)
8.      Kesultanan Sambaliung (1810)
9.      Kesultanan Gunung Tabur (1820)
10.    Kesultanan Pontianak (1771)
11.    Kerajaan Tidung
12.    Kesultanan Bulungan(1731)

A.Kesultanan Pasir

Dulu rakyat dayak pasir, diperintahkan oleh kepala-kepala dari rakyat dayak sendiri, ada kepala suku dayak yang sangat berpengaruh bernama Tamanggung Tokio, mengusulkan agar di daerah daerah dikepali oleh sorang kepala suku dan untuk itu di minta sultan yang dekat tempat tinggalnya. Mereka telah berangkat  dengan perahu yang penuh bermuatan emas  dan perak, yang dianugrahkan kepada nya kepada raja yang baru , mereka telah pergi ke utara dan selatan, tetapi tak ada mendapat  seorangpun yang dipandang cakap.

Tamanggung tokio sangatlah sedih sampai tidak minum dan makan , kemudian dalam mimpinya ia melihat seorang tua yang berkata kepadanya: Untuk mendapat raja, baiklah engkau pergi kelaut, dan disitu engkau memperoleh sepotong bambu, yang ruasnya  tarapung apung dilaut  ambilah bambu itu, dan bungkuslah dengan sutra kuning, karena didalam bambu itu ada sebutir telur yang harus dirabun diberi asap dupa, menyan dan garu. Dan dari telur itu nanti akan dilahirkan seorang raja perempuan.
Pada esokkan harinya sesudah dia bangun, tamanggung tokio menuruti pesan perempuan dalam mimpinya . sesudah 3 hari 3 malam telur itu didupakan, maka terbelah dua lah buluh itu dan dari telur itu pecah pula dan dilahirkan seorang bayi puteriyang cantik jelita. Anak itu sama sekali tidak mampu menyusu, setelah berusaha dapatlah ia diberi makanan dengan susu kerbau putih: lambat laun menjadi akil balig. Puteri inilah yang diangkat jadi raja ratu pasir , dan waktu ia berumur 15 tahun  ia telah dinikahnkan , tetapi malang sekali ia tidak mendapat keturunan sehingga harus diceraikan beberapa kali. Seterusnya sesudah kawin yang ketujuh kali , belum juga mempunyai anak, kebetulan datang lah seorang arab dari jawa (gresik), terus dikawin kan dengan sang puteri . orang yang dari gresik tersebut dicarinya dukun agar membuang sari bambu yang ada pada sang puteri sehingga bisa melahirkan 2 puteri dan satu putera. Puetri yang tertua dikawinkan dengan seorang  arab yang membawa agama islam dipasir (1600). Yang putera sesudah ibunda mangkat, mengantikan duduk disingasana. Inilah cerita ringkas dari raja pasir, yang berasal dari sebutir telur dan bersuamikan putera arab dari jawa.

B.Kesultanan Banjar (1526-1905)

Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri 1520, masuk Islam 24 September 1526, dihapuskan Belanda 11 Juni 1860, pemerintahan darurat/pelarian berakhir 24 Januari 1905) adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. 

Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke Martapura dan sekitarnya (kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.

Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.

C. Kesultanan Kotawaringin

Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan cabang Kesultanan Banjar) di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah yang menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615 atau 1530, dan Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun ini dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding.

Kerajaan Pagatan (1750). Kerajaan Pagatan (1775-1908) adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Tanah Kusan atau daerah aliran sungai Kusan, sekarang wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan wilayah kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin, Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).

D.Kesultanan Sambas (1675)

Kesultanan Sambas adalah kesultanan yang terletak di wilayah pesisir utara Propinsi Kalimantan Barat atau wilayah barat laut Pulau Borneo (Kalimantan)dengan pusat pemerintahannya adalah di Kota Sambas sekarang. Kesultanan Sambas adalah penerus dari kerajaan-kerajaan Sambas sebelumnya. Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini telah ada paling tidak sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran "Nek" yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi. Pada masa kekosongan pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M (1530 M) datang serombongan besar Bangsawan Jawa (sekitar lebih dari 500 orang) yang diperkirakan adalah Bangsawan Majapahit yang masih hindu melarikan diri dari Pulau Jawa (Jawa bagian timur) karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu Sultan Trenggono.

E.Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.

Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura (Martapura) merupakan kesultanan bercorak Islam yang berdiri pada tahun 1300 oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti di Kutai Lama dan berakhir pada 1960. Kemudian pada tahun 2001 kembali eksis di Kalimantan Timur setelah dihidupkan lagi oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai upaya untuk melestarikan budaya dan adat Kutai Keraton. Dihidupkannya kembali Kesultanan Kutai ditandai dengan dinobatkannya sang pewaris tahta yakni putera mahkota Aji Pangeran Prabu Anum Surya Adiningrat menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan gelar H. Adji Mohamad Salehoeddin II pada tanggal 22 September 2001.

F.Kesultanan Berau (1400).

Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur.[3] Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8

G.Kesultanan Sambaliung (1810).

Kesultanan Sambaliung adalah kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Sultan Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan nama Raja Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih dikenal dengan Aji Suryanata Kesuma raja Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji Dilayas. Aji Dilayas mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu bernama Pangeran Tua dan satunya lagi bernama Pangeran Dipati.  Kemudian, kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya perbedaan pendapat yang bahkan kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja Alam adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau generasi ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma. Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung Batu Putih, yang mendirikan ibukota kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian menjadi kerajaan Sambaliung).

H.Kesultanan Gunung Tabur (1820)

            Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang merupakan hasil pemecahan dari Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang terletak dalam wilayah kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur.

I.Kesultanan Pontianak (1771)

Kesultanan Kadriah Pontianak didirikan pada tahun 1771 oleh penjelajah dari Arab Hadramaut yang dipimpin oleh al-Sayyid Syarif 'Abdurrahman al-Kadrie, keturunan Rasulullah dari Imam Ali ar-Ridha. Ia melakukan dua pernikahan politik di Kalimantan, pertama dengan putri dari Panembahan Mempawah dan kedua dengan putri Kesultanan Banjarmasin (Ratu Syarif Abdul Rahman, puteri dari Sultan Sepuh Tamjidullah I).Setelah mereka mendapatkan tempat di Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadariah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Belanda pada tahun 1779.

J.Kerajaan Tidung

Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu.

K.Kesultanan Bulungan(1731).

Kesultanan Bulungan atau Bulongan adalah kesultanan yang pernah menguasai wilayah pesisir Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kota Tarakan sekarang. Kesultanan ini berdiri pada tahun 1731, dengan raja pertama bernama Wira Amir gelar Amiril Mukminin (1731–1777), dan Raja Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah Datuk Tiras gelar Sultan Maulana Muhammad Djalalluddin (1931-1958).

Peninggalan Sejarah Kerajaan Islam di Kalimantan

1.    Keraton Kadriah (kota Pontianak)

Keraton Kadriah Pontianak merupakan pusat pemerintahan Pontianak tempo dulu, struktur bangunannya terbuat dari kayu yang sangat kokoh, didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie pada tahun 1771. keraton ini memberikan daya tarik khusus bagi para pengunjung dengan banyaknya artefak atau benda-benda bersejarah seperti beragam perhiasan yang digunakan secara turun-temurun sejak jaman dahulu. Di samping itu, koleksi tahta, meriam, benda-benda kuno, barang pecah belah dan foto keluarga yang telah mulai pudar, menggambarkan kehidupan dan kejayaan kerajaan ini dimasa lampau.

2.    Keraton Amantubillah (Pontianak)

Mempawah, memilki beragam potensi wisata. Selain event tahunan berupa acara robo-robo, mempawah juga memilki istana Amantubillah, seni budaya, dan beragam  kuliner khas mempawah. Nama Istana “Amantubillah” mempunyai arti, “Aku beriman kepada Allah”. Istana yang didominasi oleh warna hijau ini menempatkan tulisan “ Mempawah harus maju, malu dengan adat” pada pintu gerbang istana.

3.    Keraton Ismahayana (Kab. Landak)

Keraton Ismahayana Landak terletak sekitar 50 meter disebelah barat sungai pinyuh yang membelah kota ngabang. Istana ini berupa rumah panggung khas melayu Kalimantan Barat yang memanjang kebelakang dengan fondasi, lantai dan dinding, serta atap sirap dari kayu belian sebagai bahan utamanya. Terdapat beberapa koleksi peninggalan Kesultanan Landak yang tergolong sebagai warisan budaya dan sejarah, diantaranya mahkota Sultan Landak, keris “si kanyut”, sepasang pedang sakti, tempat tidur panembahan dan istrinya, duplikat payung kebesaran Sultan, dua kipas raja, seperangkat gamelan, dan Al-Quran kuno. Selain itu, ada juga artefak-artefak lain seperti meriam “si penyuk” dan empat buah meriam lainnya, lontar silsilah raja dan sejarah singkat Kesultanan Landak, foto-foto keluarga raja, bendera Kesultanan, serta perlengkapan upacara perkawinan adat berupa timbangan kayu.

4.    Keraton Surya Negara (Kab. Sanggau)

Dearah yang dikenal dengan julukan Bumi Daranante ini memilki banyak keunikan. Baik beragam kekayaan alam, sejarah maupun pesona budaya daerahnya. Seiring peradaban manusia, Kabupaten Sanggau juga mempunyai peninggalan kebudayaan jaman keemasan masyarakat sanggau tempo dulu. Ditandai dengan terdapatnya Keraton Surya Negara. Dari sejarah kerajaan  sanggau  memerintah pada abad ke-18 dengan rajanya bergelar “Panembahan”. Catatan seharah menyebutkan bahwa pertama kali Kerjaan Sanggau didirikan oleh Daranante. Dia bukan asli Sanggau, namun berasal dari Kabupaten Ketapang. Daranante kemudian menikah dengan Babai Cingak darui suku dayak Sanggau

5.    Keraton Matan (Kab. Ketapang)

Matan yang berarti “Tanah Keselamatan”  merupakan kerajaan yang memilki sejarah panjang. Kerajaan Matan ini merupakan saksi bisu perjalanan sejarah masyarakat dan pemerintah Kabupaten Ketapang. Sekaligus dinasti terakhir Kerajaan Tanjungpura beragama hindu yang pernah berdiri sejak abad 9. baru setelah tahun 1451 raja-raja Tanjungpura memeluk agama islam dengan nama Kerajaan Matan yang dipimpin raja pertama bercirikan islam yakni pangeran Giri Kusuma. Koleksi unik terdapat di keraton ini adalah Meriam “Padam Pelita” dan sepasang tempayan bersejarah.

6.    Rumah Melayu (Kab. Ketapang)

Pada  arsitektur traditional melayu terkandung nilai budaya yang tinggi. Hal ini terlihat dari bentuk bubungan yang tidak lurus. Tetapi agak mencuat ke kanan dan ke kiri. Dapat disimpulkan bahwa para ahli pembuat rumah melayu jaman dahulu telah memikirkan faktor keindahan pada bubungan rumah yang mereka diami. Letak rumah melayu pada jaman dahulu menghadap ke arah matahari terbit. Ini berarti mengharapkan berkah dan rahmat seperti halnya matahari pagi yang bersinar cerah.

7.    Keraton Al Mukarramah (Kab.Sintang)

Seorang belanda. Sampai saat ini kompleks Istana Sintang masih terawat dengan baik. Dihalaman istana, terdapat sebuah meriam dan situs batu kundur, yaitu sebuah batu peninggalan Demong Irawan sebagai lambang berdirinya Kerajaan Sintang. Di serambi depan istana terpajang salinan Undang-undang Adat Kerajaan Sintang yang terbuat pada masa pemerintahan Sultan Nata (disalin ulang pada tahun 1939) serta silsilah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Sintang. Sedangkan pada bangunan sisi barat dan timur tersimpan koleksi meriam, naskah Al-Quran tulisan tangan pada masa Sultan Nata.

8.    Keraton Alwatzikhoebillah (Kab. Sambas)

Kuno tapi terawat dengan baik. Hijau dan sejuk. Begitulah kira-kira kesan yang muncul ketika menginjakkan aki di istana Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas ini, bangunan istana didominasi dengan warna kuning sebagai warna khas melayu yang melambangkan kewibawaan dan keluhuran budi pekerti. Terdapat pula bekas kolam pemandian keluarga sultan di samping  kanan istana dan rumah kediaman keluarga sultan yang berada di belakang istana. Pada sore hari, pengunjung akan berdecak kagum melihat pesona istana ini yang eksotik, apalagi di lihat dari atas perahu yang berjalan  perlahan-perlahan di atas Sungai Sambas Kecil.

9.    Rumah Adat Dayak Sebujit (Kab. Bengkayang)

Rumah adat dayak sebujit yang bernama “Balug” ini terletak di kampung sebujit kecamatan siding Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat ini merupakan rumah adat dayak yang dimilki suku dayak Bidayuh. Khasanah masyarakat dayak bidayuh menggambarkan kebersamaan dan sangat menghormati setiap tamu yang datang. Benda-benda pusaka masih tetap menjadi simbol keperkasaan dan manjadi kebanggan masyarakat sebagai peninggalan leluhur yang harus tetap dijaga dan dihormati, sehingga ritual upacara adat tetap dilaksanakan setiap tahunnya. Salah satu upacara yang dikenal adalah upacara nyobeng yaitu upacara memandikan tengkorak manusia untuk keselamatan kampung dari bencana maupun malapetaka yang mungkin akan datang juga sebagai simbol penghormatan terhadap roh leluhur.

10.    Bangunan Leluhur Marga Chia Hiap Sin (Kota Singkawang)

Sebuah bangunan ala Tiongkok kuno terletak di belakang deretan bangunan ruko baru Jl. Budi Utomo, Singkawang. Tepatnya rumah no. 37 ini berada di ujung jalan menuju tepi sungai. Bangunan ini tampak masih kokoh berdiri selama ratusan tahun hingga sekarang. Bentuknya yang mirip “Si he yuan” (bangunan khas Tiongkok Utara) ini justru memberikan kesan bersahaja dan sedikit kesuraman karena terkikis hantaman cuaca selama ratusan tahun. Namun, rumah besar Hiap Sin ini merupakan bangunan ala kombinasi timur barat satu-satunya yang tertua dan masih berdiri kokoh di Singkawang.

11.    Rumah Betang ( Rumah Adat Dayak KaLBar)


Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga da masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka duka maupun mobilitas tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan  yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.

Sumber : musriyah.blogspot.my

No comments:

Post a Comment